Mingu kemarin anak saya
mendapatkan undangan ulang tahun salah seorang teman bermainnya. Undangan juga
disebar ke beberapa teman-teman sekitar rumah untuk datang jam 13.00. Seperti
biasa anak-anak selalu bersemangat menghadiri pesta ini dengan menyiapkan kado
dan pakaian yang akan dipakai.
Undangan masih lebih kurang satu jam lagi dari jadwal,
tapi satu persatu anak sudah mulai berdatangan. Kebetulan tetangga yang sedang
merayakan ulang tahun anaknya itu tinggal di depan rumah. Melihat kedatangan
anak-anak yang ceria membawa hadiah sepertinya tanpa beban menunggu acara
segera dimulai. Jika para undangan cilik tersebut datang sejam ataus etengah
jam dari jadwal maka bisa diprediksi mereka sudah siap di rumah jauh lebih
awal.
Acara yang diperkirakan selesai pada pukul 14.00 ini
ternyata selesai jauh lebih awal juga. Anak-anak tidak dibiarkan lama menunggu
hanya karena disesuaikan dengan jam undangan. Acara perayaan ulang tahun pun
tidak menyelipkan banyak permainan atau hiburan lainnya. Tawa dan senyum
membawa buah tangan sepulang menghadiri undangan menghiasi wajah mereka.
Pertanyaanya bagaimana jika ini terjadi dengan orang
dewasa? Budaya jam karet yang sudah mendarah daging sulit untuk diubah. Ini pun
sudah menjadi salah satu ciri khas orang Indonesia selain kekayaan alam yang
melimpah dan budaya yang beragam. Saling tunggu menunggu waktu melewati jam
yang seharusnya menjadikan keterlambatan halal bagi semua orang.
Jika sikap anak-anak tadi yang selalu antusias dan datang
lebih cepat daripada waktu seharusnnya terus dipupuk hingga mereka dewasa akan
mampu merubah kebiasaan ngaret yang
tidak membanggakan ini. Kita juga perlu menemukan cara yang efektif untuk
melestarikan sikap mereka yang patut dicontoh oleh orang dewasa.
Hadir lebih awal atau tepat waktu
bisa kita jadikan sebagai wujud menghargai waktu dan tuan rumah yang baik. Kebiasaan
datang terlambat menyebabkan runtutan acara menjadi molor. Bisakah kita meniru budaya ulang tahun anak-anak itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar