Terlahir
sebagai laki-laki berdarah minang yang memiliki kesempatan lebih dari orang
lain untuk tinggal di luar negeri telah ia rasakan sejak kecil. Saat umurnya 3
tahun bersama keluarga besar, Wempy begitu dia akrab dipanggil pindah ke Australi.
Lama tinggal di sana, orangtua Wempy tetap mengenalkan tanah kelahiranya. Bahkan
saat libur sekolah laki-laki penyuka water
sport ini pun diutus untuk menginjakkan kaki di kampung halamannya, Padang
Panjang. Ia pun senang mempelajari
bahasa Indonesia dan budaya di sana, walau saat ini bahasa ibu yang ia gunakan
tak selancar bahasa asing milik negara lain tempat ia tumbuh.
![]() |
Wempy Dyocta Koto, CEO Wardour and Oxford |
Bertahun-tahun Wempy tinggal di Australi
dan sempat pula menginjakkan kakinya untuk bekerja di beberapa negara lain
seperti Singapura, London, New York, Hongkong dan San Fransico membuatnya
tersadar karena Indonesia belum pernah masuk dalam daftar jajahan bisnisnya. “Sebenarnya
saya sering bekerjasama dengan klien yang berasal dari Filipina dan Thailand
yang ingin membuka jaringan di Indonesia, tapi saya belum pernah melakukan
sebaliknya.” Jelas anak bungsu dari tiga bersaudara ini. Bukan hanya Wempy yang
sebenarnya merasa terpanggil untuk memberikan kontribusi pada negara
berpenduduk 250 juta ini, kakak laki-laki dan perempuannya pun pernah bekerja
sebagai professional di Jakarta.
Tepat pada tahun 2012, keputusan
untuk kembali ke tanah air telah mantap ia jalankan. Ia nekat untuk memulai
dari nol bahkan meninggalkan gaji besar dan kehidupan mapan yang pasti ia
dapatkan di luar negeri. Datangnya Wempy ke sini bukan tanpa tujuan. Ia bertekad
untuk membawa produk-produk nasional ke ranah internasional. Benar saja tanpa
menunggu lebih lama Wempy mulai mewujudkan janjinya. Keripik pedas Maicih yang
bermertafosis menjadi Spicy Grannya, Kebab Turki Baba Rafi, Ayam Bakar Mas Mono
dan Sour Sally adalah produk nasional yang telah di go internasionalkan oleh
tangan dingin Wempy. Walupun sekarang ia tinggal di Jakarta, namun klien Wempy
tetap ada di beberapa negara belahan dunia lainnya.
Bagi Wempy kembali ke Indonesia
bukanlah suatu keterpaksaan karena permintaan dari beberapa rekannya di sini
misalnya. Semuanya lebih karena ia yakini masalah hati. Menurut laki-laki yang
turut mengembangkan produk merek-merek ternama seperti Sony, Nokia, Citigroup,
Samsung, SAP, LG Electronics dan lainnya ini, Indonesia sangat potensial dalam
bisnis ekspansi usaha ini. Meski keterbatasan SDM baik secara kualitas dan
kuantitas karena masih sedikit sekali yang paham masalah ini membuat Wempy
semakin sabar untuk terus mentransfer skill
dan knowledge yang telah ia dapatkan
dan rintis belasan tahun lamanya.
Dari
Richard Branson-lah gaya kepemimpinan dan sepak terjang Wempy dalam berbisnis
sangat dipengaruhi. Richard yang notabene seorang pebisnis yang tinggal di
Necker Island, memiliki pulau pribadi yang terletak di kawasan Karibia. Dari
Necker Island, Richard Branson memantau dan mengendalikan semua bisnisnya yang
berada di United Kingdom dan negara-negara lain. Hal ini ia terapkan untuk
terus mendapatkan long term money. Dengan
tidak mengikat tim kreatifnya pada jam kerja dan duduk menghabiskan waktu di
kantor, ia ingin menanamkan kinerja yang sesuai dengan key performance indicators. Mereka hanya cukup hadir setiap senin
tepat pukul 09.00 untuk mengadakan rapat rutin lalu boleh bekerja atau
mengadakan rapat di mana saja. Seperti halnya Richard, Wempy memilih bekerja
fleksibel. Seperti bekerja secara online tanpa harus melewati macet dan akhirnya
malah kurang produktif. Ditambah sikap tim Wardour dan Oxford yang sangat
menghargai kebebasan, peraturan perusahaan, dan tanggung jawab pekerjaan sebuah
komitment yang teguh dianut.
Wempy
juga menyampaikan bagaimana pentingnya memunyai sebuah impian. Bahkan katanya,
orang Indonesia senang sekali memiliki impian, dan ketika dia ke Indonesia dia
belajar untuk menyusun kembali impiannya. Dan ia berpesan kepada siapa saja
yang memunyai impian, bekerjalah untuk impian tersebut. (ds)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar